Morowali, rakyatbersuara.com- Polemik terkait kewajiban pajak PT. Baoshuo Taman Industry Investment Group (PT. BTIIG) perusahaan yang beroperasi di wilayah Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah memunculkan tanda tanya besar. Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD), Ichwan Bachmid saat dikonfirmasi oleh pihak media pada Rabu, 11 Desember 2024, mengakui bahwa pihaknya telah memungut pajak dari PT.BTIIG.
“Pada tahun 2023 pemeriksaan dilakukan oleh BPK dan pihak PT. BTIIG telah melakukan pembayaran pajak air tanah. Terkait perizinan PT. BTIIG belum diketahui oleh kami karena kewenangan izin itu bukan di kami” ujar Ichwan dalam pernyataanya. Penyataan ini menjadi ironi, mengingat pemungutan pajak seharusnya didasarkan pada kejelasan izin dan aktivitas perusahaan.
Ichwan juga menjelaskan bahwa ada klaim pada PT. BTIIG yang mengunakan air permukaan bukan air bawah tanah, “Hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2023 menunjukkan bahwa PT. BTIIG memiliki kewajiban pajak atas pemanfaatan air bawah tanah, namun di tahun 2024 muncul klaim yang menyebutkan bahwa PT. BTIIG memanfaatkan air permukaan, kalau pemanfaatan air bawah tanah itu kewenangan kami di daerah, kalau pemanfaatan air dipermukaan itu kewenangan provinsi”. Terangnya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa pemungutan pajak selama ini dilakukan tanpa dasar administratif yang kuat.
“Kami perlu melihat bentuk perizinan yang diterbitkan oleh provinsi untuk meninjau seperti apa bunyinya, agar kewajiban PT. BTIIG dapat dirunut dengan jelas,” tambah Ichwan. Namun, mengapa pemungutam pajak dilakukam terlebih dahulu tanpa kejelasan izin yang mendasarinya?
Perbedaan kewenangan antara kabupaten/kota dan provinsi dalam pengelolaan air menjadi salah satu penyebab kebingungan. Air bawah tanah merupakan kewenangan kabupaten/kota, sementara air permukaan menjadi domain provinsi. Namun, ketidakjelasan ini tidak seharusnya menjadi alasan bagi BPPD untuk memungut pajak tanpa pemahaman yang lengkap atas izin operasional perusahaan.
“Sepanjang perizinan PT. BTIIG tidak kontradiksi dengan aktivitasnya, kewajiban pajak harus dipenuhi,” ujar Ichwan. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana BPPD memastikan tidak ada kontradiksi jika perizinan saja mereka tidak ketahui?
Dalam permasalahan ini Ichwan akan mengupayakan komunikasi antara PT. BTIIG dan pihak provinsi, “Untuk itu kami usahakan komunikasi dengan pihak PT. BTIIG dan provinsi agar jelas izinnya seperti apa, agar pajaknya jelas apakah klaimnya seperti di 2023 tentang pemanfaatan air bawah tanah atau seperti klaim di 2024 tentang air di permukaan”. Tuturnya. Namun upaya ini seharusnya dilakukan sebelum pemungutan pajak dilakukan.
Permasalahan ini tidak hanya menyangkut kewajiban pajak PT. BTIIG tetapi juga menjadi cerminan tantangan dalam tata kelola pendapatan daerah.(Wiwi)