MUARA ENIM, Rakyatbersuara.com — Drama korupsi kembali meledak di Muara Enim. Kali ini, Bendahara Unit Donor Darah (UDD) PMI Muara Enim berinisial WDA resmi ditetapkan sebagai tersangka. Bukan karena salah ketik laporan, tapi karena dugaan menyulap dana pengolahan darah menjadi “aliran darah” untuk kepentingan pribadi.
Kepala Kejari Muara Enim Zulfahmi, bersama jajaran, membeberkan bagaimana alur uang yang seharusnya menjaga nyawa masyarakat malah ditenggelamkan dalam permainan angka ala tersangka.
Penyidik menemukan fakta mencengangkan: Pengeluaran UDD PMI 2024 tercatat Rp2,48 miliar, laporan pertanggungjawaban hanya Rp1,95 miliar.
Selisih setengah miliar itu bukan hilang karena angin, tapi diduga karena “sentuhan tangan kreatif” bendahara sendiri.
Dalam penyidikan, terungkap beberapa jurus yang diduga dipakai tersangka: Mencetak 5 kwitansi palsu, seolah-olah belanja kantong darah, Menambah angka “1” pada dua invoice, menaikkan pencairan masing-masing Rp100 juta.
Dana untuk kalibrasi dan reagen, diduga dialihkan untuk urusan pribadi. Seolah-olah uang donor darah itu bukan amanah, tapi ATM pribadi yang bisa dipencet sesuka hati.
Audit BPKP Sumsel memastikan kerugian negara mencapai: Rp477.809.672
Dana yang seharusnya menjaga nyawa, malah dijadikan ladang bancakan.
Tersangka dijerat pasal primer Pasal 2 ayat (1) dan subsider Pasal 3 UU Tipikor. Ancaman hukuman bisa sampai 20 tahun penjara—cukup lama untuk merenung kenapa uang rakyat masih saja dianggap milik pribadi.
Mulai 9–28 Desember 2025, WDA resmi ditahan di Lapas Kelas IIB Muara Enim. Kejari menegaskan penyidikan belum selesai; jika ada aktor lain yang ikut bermain, pintu pengembangan perkara masih terbuka lebar.
Mustopa















