Muara Enim, Rakyatbersuara.com — Di tengah arus modernisasi yang kian deras, Sungai Lematang masih menjadi saksi bisu perjalanan hidup masyarakat Desa Lubuk Mumpo, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim.
Di tepian sungai yang membelah Dusun II dan III itulah, suara mesin “ketek” — perahu kayu bermotor — tetap menggema setiap pagi, menjadi denyut kehidupan warga yang enggan meninggalkan tradisi leluhurnya.
Salah satu di antara mereka adalah Taufik (17), remaja pengemudi perahu ketek yang sudah dua tahun terakhir membantu warga menyeberang sungai. Di usianya yang muda, Taufik bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga menjaga warisan budaya lokal yang telah turun-temurun menjadi bagian dari identitas desa.
“Kadang bawak ibu-ibu belanja ke pasar, anak sekolah, atau warga yang mau ke ladang. Selagi jembatan belum bisa dipakai, ya kami bantu warga lewat jalur sungai ini,” ujarnya saat ditemui tim RakyatBersuara.com di tepian Sungai Lematang.
Sejak jembatan gantung yang menghubungkan dua dusun sedang dalam masa perbaikan proyek selama tiga bulan ke depan, aktivitas penyeberangan meningkat pesat.
Ketua RT setempat, menuturkan bahwa hampir seluruh warga kini kembali mengandalkan perahu ketek untuk beraktivitas harian.
“Jembatan gantung dusun kita inikan masih dalam masa pengerjaan proyek perbaikan untuk kurang lebih tiga bulan ke depan, jadi sebagian besar warga menggunakan ketek untuk menyeberang,” paparnya.
Bagi Taufik, sungai bukan sekadar bentangan air yang memisahkan dua daratan. Sungai adalah tempat belajar kehidupan tentang sabar, kerja keras, dan kebersamaan.
Meski penghasilannya rata-rata hanya sekitar seratus ribu rupiah per hari, ia tetap merasa bersyukur karena bisa membantu warga tanpa harus meninggalkan akar budayanya.
“Alhamdulillah, rezeki cukup buat makan. Yang penting bisa bantu warga, sambil jaga tradisi orang tua dulu,” tambahnya sambil tersenyum.
Pemandangan perahu kayu melintas di antara kabut pagi Lematang menjadi simbol sederhana tentang ketahanan budaya lokal.
Ketek bukan sekadar alat transportasi, tapi cerminan gotong royong dan kesederhanaan hidup masyarakat pedesaan warisan yang terus bertahan meski zaman berubah.(Mustopa)