Morowali, Sulawesi Tengah – Isu dugaan adanya mafia proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Morowali kembali mencuat. Seorang warga bernama Saleh Garusu mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan seorang oknum honorer bernama Heni Susana dalam praktik pengaturan proyek di dinas tersebut.
Dalam keterangannya kepada media ini, Kamis (23/10/2025), Saleh menuturkan bahwa informasi awal ia terima dari rekannya di Jakarta yang mengirimkan data proyek untuk dikonfirmasi ke Direktur CV Rezky Anugrah Bersama. Setelah ditelusuri, ternyata proyek tersebut dikendalikan oleh seorang bernama Heni, yang diketahui merupakan honorer di Dinas PUPR Morowali.
“Begitu saya lacak, ternyata ibu Heni yang handel proyek itu. Padahal dia ini hanya honorer di PUPR. Secara administrasi, dia juga pernah tanda tangan sebagai direktur di perusahaan tersebut. Saya minta ditunjukkan akta perubahannya, supaya jelas legalitasnya. Kalau tidak ada, maka patut dipertanyakan keabsahan perusahaan itu,” ungkap Saleh.
Saleh juga menambahkan bahwa berdasarkan penelusurannya, proyek yang dikerjakan oleh pihak terkait jumlahnya mencapai delapan pekerjaan sejak September hingga Oktober 2025. Ia menilai penyelesaian pekerjaan tersebut dalam waktu singkat sangat tidak masuk akal.
“Itu delapan proyek fisik dari September sampai Oktober. Tidak mungkin selesai dalam satu bulan. Saya yakin tidak masuk akal,” tegasnya.
Saleh bahkan menyebut bahwa praktik seperti ini sudah mengarah pada pola permainan proyek di dalam instansi.
“Saya katakan, itu mafia di dalam yang punya proyek,” ujarnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Heni Susana membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi menjadi direktur di perusahaan yang dimaksud.
“Maaf pak, di kontrak sudah bukan namaku lagi. Sejak bapak memberi saran waktu itu, saya sudah bukan direktur. Bapak sudah mengingatkan, dan saya tahu aturan,” jelas Heni saat dikonfirmasi melalui pesan singkat.
Lebih lanjut, Heni mengatakan dirinya tidak melanggar aturan dan tidak mengambil keuntungan dari uang negara.
“Usaha itu terbuka untuk siapa saja. Bahkan presiden saja berhak punya usaha, yang penting saya tidak merugikan negara. Saya kerja dibayar negara, tapi saya tidak makan uang negara,” balasnya dengan nada tegas.
Kasus dugaan keterlibatan oknum honorer ini menjadi sorotan publik, mengingat seharusnya tenaga honorer tidak diperkenankan merangkap posisi strategis dalam perusahaan yang berhubungan dengan proyek pemerintah. Publik kini menunggu langkah dari pihak berwenang untuk menelusuri lebih jauh dugaan praktik mafia proyek di tubuh Dinas PUPR Morowali.
(Yohanes)















