Rakyatbersuara.com, Pangkalpinang –Sampah memang jadi masalah yang tidak ada habisnya dibicarakan, karena memang harus dikerjakan secara terstruktur, terukur dan masif agar sampah yang bermasalah menjadi berkah.
Komunitas kecil pengolah sampah ‘Pondok Kreasi’ yang ada dipangkalpinang selama 4 tahun berkreasi dan berkolaborasi membangun mindset sehingga memantik simpati masyarakat oleh ide kreatif. Kerjasama kolektif para angota mewujudkan hasil olahan sampah menjadi nilai ekonomis bagi anggota dan tentunya menjaga dampak ekologis disekitar.
Bermodal mandiri dan alat-alat yang serba tradisional dalam memilah dan mengolah sampah menjadi produk siap jadi tidak membuat mereka putus asa. Produk dari olahan sampahpun beraneka ragam mulai dari paving block, pot bunga, lampu hias, hiasan dinding (jam dinding), diterjen dan minyak eco enzim (olahan dari limbah buah yang masih fress) serta bisa banyak lagi apabila ditopang oleh teknologi modern dan support modal dari para stakeholder.
“Kami (anggota) mengerjakan olahan sampah ini semua secara manual bang, silakan liatlah. Proses kerja seperti pelelehan, adukan, cacahan dan press masih cara primitif. Belum terlihat ada peradaban dalam teknologi. Tapi ini bukan hambatan meskipun jalannya sempoyongan tak apalah asal pertama-tama ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap lingkungan dan kreatifitas,” ungkap Anca dengan nada krispi.
Sementara itu hasil produksi dari olahan sampah ‘Pondok Kreasi’ sudah mendapat orderan dalam jumlah besar diuar sana dari beberapa perusahaan swasta dan sekolah yang masuk kedalam rencana produksi jangka menengah.
“Kebutuhan modal awal untuk membeli bahan baku masih minim, karena permintaan dalam jumlah besar mesti punya modal besar, tapi masih kami upayakan. Terpenting bagaimana mitra percaya hasil produk kami. Kami berani menggaransi karena kualitas. Ini sebuah capaian,” ucap Anca dkk.
Ditempat yang sama, tim media mendampingi mahasiswa peneliti dari kampus daerah ke Pondok Kreasi untuk berbagi pengetahuan tentang pengolahan sampah, infrastruktur teknologi dan mencari solusi terkait pelbagai aturan yang membuat segmentasi harga bahan baku sampah tidak jelas.
“sebagai hipotesis penelitian kami terkait sampah yang ada di TPA dan turunannya agar dapat bernilai lebih, muaranya diharga ya. Market harus menjamin itu. Untuk menekan atau mengurangi sampah dihulu-hilir, orientasinya adalah bisnis (cuan). Bagaimana sampah menjadi uang, itu idealnya. Ini peran mereka-mereka (Eksekutive, Legeslatif) dan pemangku yang lain dalam merealisasikan dan menjamin harga bahan baku (rantai pasok) sampah terpadu satu pintu. Artinya harga disetiap jenis sampah (organik/unorganik) harus jelas dan terbentuk oleh regulasi sehingga hasil olahan sampah sekian persen harus terserap disegala sektor. Singkatnya kita bisa bentuk satu holding company untuk mewujudkan itu. Ini prospek jangka panjang,” ucap kiki.
Dilain hal, paradigma persampahan yang ada di Bangka Belitung khususnya di Kota Pangkalpinang memang terkendala banyak hal. Dengan demikin jika persoalan sampah betul-betul direalisasikan akan memberi sumbangsih PAD dan meningkatkan pelayanan insentif perkotaan. Ini mungkin disebabkan kesadaran birokratis dan masyarakat yang terbelah oleh pelbagai macam faktor yang mempengaruhinya. (Ahmad/Kiki)