Example 728x250
Hukum  

Pemilik Lahan Blokade Jalan PT. BJS, Gubernur Sulteng Minta Selesaikan Dipengadilan

Sulawesi Tengah, Rakyatbersuara.com- Persoalan sengketan lahan di Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali yang diklaim oleh Syamsu Alam dan La’ane Tahir yang dibeli oleh PT. bukit jejer sukses (BJS) Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Meminta untuk diselesaikan Dipengadilan.

Hal ini bermula saat pihak Syamsu Alam melakukan blokade akses jalan diatas lahan miliknya, Minggu(20/07/2025) Sesuai hasil Notelun yang ditandatangani oleh ke dua belah pihak pada 17 Juli 2025 bahwa mulai hari itu atau 3x 24 jam Apabila pihak manajemen PT. BJS tidak memberikan jawaban tentang tanggapan harga lahan 13,2 Hektar yang ditawarkan oleh Syamsu Alam. Maka berita acara 16 Nopember 2019 untuk dihentikan sementara segala aktivitas diatas lahan Syamsu Alam.

Kemudian Syamsu Alam memutuskan untuk melakukan blokade menuju ke tempat pabrik kelapa sawit, mengingat ganti rugi lahan belum diselesaikan oleh PT. BJS.

Sementara itu Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. Anwar Hafid ketika dikonfirmasi Dulu saya punya tanah semua disitu seluas seratus (100) hektare yang saya beli dengan bertahap. Kemudian melihat tidak ada pabrik sawit saya undanglah Investor disitu dan saya kasihlah itu tanah kurang lebih seluas 30 hektar dan sisanya masih ada dibelakang pabrik.

“Saya tidak tau soal jalan itu kalau masuk dalam surat keterangan (SK) saya. Kalau SK saya, berarti masih tanah saya, dan kemudian sudah 6 tahun itu jalan pabrik kelapa baru sekarang ini digugat- gugat. Itu sudah 6 tahun lalu harusnya Pemerintah daerah bawah ke pengadilan saja mereka,”sebut Gubernur

“Jika ada kesepakatan di notelun salah besar tidak boleh itu, Melanggar undang-undang menutup suatu barang yang produktif. Karena Menurut Gubernur, hukum tanah tidak bisa begitu. Ia menilai salah semua itu jika ada menonaktifkan itu tanah. Karena tanah sengketan penyelesaian cuma dua musyawarah atau Pengadilan. Kalau misalnya musyawarah tidak tercapai, berarti pengadilan, “kata Gubernur Sulawesi Tengah Dr. Anwar Hafid

Kalau kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak PT. BJS itu musyawarah juga, jika mereka sepakat tutup. Tapi rawan juga itu kalau ditutup. Sebab yang punya jualan buah sawit disitu bisa jadi persoalan karena hajat orang datang menjual, terus bisa rugi orang. Harusnya pemerintah tidak boleh membuat keputusan, suruh saja ke Pengadilan.

Gubernur menyarankan jika Syamsu Alam merasa punya tanah disitu bawah saja ke pengadilan. Kalau ada orang lain mengaku disitu kemudian terjadi bentrokan, tidak bisa begitu, ini negara hukum. Kalau ada menutup sesuatu itu sudah arogan.

Memangnya orang lain tidak bisa arogan, terus terjadi hukum rimba tentu pelanggaran. Makanya harus prosedurnya ada, dan prosedur itu dimusyawarahkan mulai tingkat Desa, Camat. Kalau tidak bisa. Maka dibawah ke pengadilan atau yang bersangkutan lapor ke Polisi jika ada laporannya di Polres tunggu Polres.

Kalau Polres mengatakan bahwa benar itu tanahnya berarti tersangka itu BJS, Kalau sudah tersangka berarti dia dianggap bersalah. Tapi BJS juga bisa melaporkan lagi pihak Syamsu Alam dengan perkara penyerobotan.

“Kalau solusi masalah tanah cuman satu pengadilan,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250 Example 728x250