Medan, Rakyatbersuara.com — Proyek peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi senilai Rp 1,3 miliar di Desa Lawira I, Kecamatan Lotu, Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara, yang sebelumnya disoroti tokoh masyarakat karena dugaan penggunaan batu kapur dan minim transparansi, kini menuai kritikan keras dari pengamat kebijakan publik dan anggaran. Kontroversi muncul setelah pernyataan Koordinator Wilayah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Wilayah 2 Sumatera Utara penugasan Nias, Eduard Marbun, diduga bertolak belakang dengan standar Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Eduard Marbun sebelumnya menegaskan kepada wartawan media ini bahwa spesifikasi bahan batu dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek adalah batu belah (batu kali atau batu gunung), dan ia tidak pernah mengubah material tersebut ke material lain. Namun, pengamat Ratama Saragih, S. H., menyatakan pelaksanaan proyek harus sesuai dengan regulasi sebagaimana diatur dalam “Buku Saku Petunjuk Konstruksi Drainase dan Irigasi” edisi 2022.
Menurut Saragih, pelanggaran standar teknis yang diduga terjadi antara lain:
– Saluran irigasi beton modular dengan boks bagi seharusnya dibangun di antara saluran tersier dan kuarter.
– Lebar minimal saluran beton 0,15 m dan tinggi minimal 0,50 m (termasuk jagaan); untuk saluran modular, tinggi minimal 0,40 m.
– Boks bagi harus menggunakan pasangan batu kali dengan perhitungan debit air mengacu rumus Q = Cd 1,7 b h^(3/2).
Saragih juga menegaskan, jika proyek ini akhirnya menggunakan batu kapur (bertentangan dengan klaim Eduard mengenai RAB), material tersebut wajib memenuhi standar N1-7 yang mencakup SNI 03-4147-1996 (spesifikasi kapur untuk stabilisasi tanah) dan SNI 03-6378-2000 (spesifikasi kapur hidrat untuk pasangan bata). PT Waskita Karya sebagai pelaksana proyek dituntut mematuhi semua standar Kementerian PUPR.
“Penyimpangan dapat mengindikasikan kelalaian atau kesengajaan, yang tidak hanya berpotensi kerugian negara tetapi juga merusak kualitas dan umur manfaat konstruksi, merugikan petani yang bergantung pada irigasi,” ujar Saragih pada Sabtu (27/12/2025).
Bupati Nias Utara juga dituntut bertanggungjawab atas pelaksanaan proyek ini, terutama jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia melakukan pemeriksaan forensik atau uji petik.
Hingga kini, Pihak wartawan media ini masih berusaha menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut. Proyek irigasi yang vital bagi petani di Nias Utara diharapkan dapat dilaksanakan sesuai standar demi manfaat jangka panjang bagi masyarakat. (Arman)















