Kendari, Rakyatbersuara.com- Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Kota Kendari akui 17 Unit Exavator Barang Bukti Sitaan Dirjen Balai Gakkum KLHK atas penambangan ilegal dan pengrusakkan lingkungan telah di kembalikan ke Pemiliknya.
Pengembalian barang bukti tersebut penuh tanda tanya, bagaimana tidak, 17 unit Exavator ini adalah sitaan Dirjen Gakkum KLHK terkait aktivitas penambangan ilegal dan pengrusakkan lingkungan yang diduga dilakukan perusahaan PT Anugrah Group (AG) di Desa Oko – Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tetapi justru barang bukti tersebut dikembalikan kepada pemiliknya.
Menurut Rusdin sekretaris DPD Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) Sulawesi Tenggara (Sultra) bahwa sitaan negara sebagai barang bukti dapat dikeluarkan melalui mekanisme lelang resmi. Terkecuali hasil putusan pengadilan telah memutuskan bahwa 17 unit Exavator tersebut tidak terbukti digunakan untuk melakukan penambangan ilegal dan merusak lingkungan. Tetapi, akan lebih janggal jika pengadilan memutuskan hal tersebut.
“Itukan aneh, Pelakunya sudah diproses hukum dan di tuntut 1 tahun 6 bulan penjara, tetapi barang buktinya dikembalikan lagi. Ini sudah merugikan negara, dan pengembalian barang bukti ini saya duga ada kongkalikong dan menguntungkan secara pribadi, bukan negara,” tegas Rusdin.
Lanjut Rusdin, Dirjen Gakkum KLHK perlu mengkaji kembali bahwa pengrusakkan lingkungan tersebut adalah bagian dari Penambangan Ore Nikel secara Ilegal.
Seharusnya, kasus tersebut tidak hanya fokus pada kerusakan lingkungan, tetapi juga harus ditelusuri terkait penambangan dan penjualan ore nikel, sebab, jika hal ini terus dilakukan pengembangan, maka bisa di pastikan banyak oknum – oknum yang terlibat.
Apalagi Dirjen Gakkum KLHK dengan resmi menetapkan 2 orang tersangka dari PT Anugrah Group (AG), yakni Direktur dan Komisaris PT AG atas nama “Ln” dan “AA”. Ironinya, Dirjen Gakkum hanya menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara atas nama Ln selaku Direktur dan Dituntut 1 Tahun 6 Bulan. Sedangkan berkas perkara atas nama “AA” selaku komisaris tidak dilimpahkan ke Kejati Sultra, apa pasal ???
Untuk itu, Rusdin dengan tegas meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indoensia untuk segera mengevaluasi kinerja Kepala Balai dan Oknum Penyidik Gakkum Wilayah Sulawesi yang menangani kasus tersebut yang diduga bermain mata dengan pelaku penambangan ilegal di Desa Oko – Oko, Kecamatan Pomalaa.
Tidak hanya itu, Rusdin juga meminta kepada Jaksa Agung untuk mengevaluasi kinerja Kejati Sultra dan Kejari Kolaka, khususnya oknum – oknum yang menangani kasus tersebut.
(Yohanes)















